Total Tayangan Laman

Selasa, 17 Januari 2012

Serunya Cross Country, Sedapnya Kuliner Wangkal

Seperti orang kalap saja ketika menjelajahi rute ke Wangkal Minggu pagi, 15 Januari 2012 lalu. Mungkin sekitar 55 km lebih total perjalanan gowes pulang pergi. Melewati jalur yang tidak biasanya.
Setelah SMS sana sini menghubungi kawan-kawan OCP, kali aja ada yang mau ikut gabung buat nggowes pagi, saya hanya berhasil mengumpulkan 5 suara saja.
Selain saya ada Ardian " The Cozmic", Bayu Santika " The Newbie", Anam "Pinky Boy", dan Mas Mono GiTet.
Maklumlah.... kalo hari Minggu gini semua pada punya acara sendiri-sendiri
.
Menjelang pemberangkatan, personil berkurang lagi dari yang semula 5 orang menjadi 3 orang.
Entah kemana si Anam Bledex yang pada malam sebelumnya sudah bilang "oklekk..." (baca: oke) ketika chat via fb. Katanya sih mau test drive United baru tunggangannya. Tapi setelah di misscall beberapa kali nggak ada jawaban, akhirnya kami tinggal saja.

Sementara Mas Mono yang sudah mengenakan kostum jersey OCP dan siap dengan sepedanya mengalami masalah dengan as roda belakangnya sehingga memilih mengurungkan niatnya untuk melanjutkan gowes sesaat sebelum keberangkatan.
Okey...nggak masalah. Meski cuma tiga orang, gowes must go on meski mengalami delay beberapa menit.

Jujur saja kami males jika harus berpapasan dan dipepet kendaraan yang lalu lalang di jalan umum yang mulai rame. Akhirnya kami bertiga memutuskan lewat jalur aman saja. Yaitu jalan kampung single track, seperti pematang sawah atau jalanan makadam dimana ketika kita berpapasan dari arah berlawanan harus berhenti dulu dan memberi kesempatan kepada yang mau lewat.


Jembatan gantung menuju desa Kalikajar selalu menjadi jalur favorit saat gowes, selain pemandangannya yang eksotis, rute ini relatif sejuk dan adem karena banyak pepohonan di kanan kiri jalan.
Keluar dari jalur ini langsung terhubung dengan jalan aspal yang jika ke arah kanan (barat) menuju desa Besuk. Langsung saja sepeda kami genjot meninggalkan desa Alas Tengah menuju desa Kedung Caluk menyusuri tepi sungai.



Pemandangan sawah nan hijau sangat menyejukkan mata di sisi kanan. Sedangkan di sisi kiri adalah bantaran sungai yang berubah menjadi sarana MCK dan mulai ramai dengan aktifitas pagi khas penduduk setempat. Namanya juga MCK, ada yang mandi, cuci-cuci, dan .......( gak usah saya sebutkanlah..., ntar pada mual-mual :D).

Mendung bercampur sedikit gerimis turut mewarnai perjalanan pagi itu. Tapi bukanlah suatu halangan buat kami kalau sudah haus gowes gini. Hujan deras pun kayaknya kami akan tetap berangkat kalo kaki sudah kangen nggenjot pedal sepeda.
Target kami adalah menuju desa Wangkal, Kecamatan Gading, Probolinggo.
Boleh dibilang ini jalur alternatif baru bagi kami karena tidak lazim. Jika orang lain memilih jalur onroad yang mulus, justru kami memilih jalur sedikit ekstrim dan jarang dilalui.
Memasuki desa Kedung Caluk kami melihat jalan aspal double track yang membelah rindangnya hutan mahoni. Setelah memperoleh informasi dari warga sekitar bahwa jalur itu bisa tembus ke jalan raya Bago-Sentul, tanpa babibu lagi sepeda kami gowes ke kiri (selatan) menyebrangi jembatan menyusuri hutan mahoni.





"Mari, pak..., permisi..., monggo.." adalah kata sapa yang tak pernah berhenti dari mulut kami ketika berpapasan dengan warga sekitar yang ramah.
Suasana teduh dan nyaman sesaat membawa kami hingga ke ujung aspal jalan ini.
"Waduh, buntu nih...." pikirku.
Salah seorang warga tanggap akan gelagat kami yang kebingungan langsung menunjukkan arah ke sebuah pematang sawah.
"Nggak salah nih jalannya?" aku masih nggak yakin.
Sudah kepalang tanggung, mau balik juga jauh. Akhirnya kami nekat menyusuri pematang sawah yang lembek dan berlumpur bekas hujan semalam.





Beberapa kali saya hampir nyugsep ke sawah saking lembeknya pematang sawah yang lebarnya kurang lebih hanya semeter itu.
Saat roda menjejak di kubangan lumpur, serasa selip dan nggak bisa jalan. Semakin digenjot cerukan tanah semakin dalam dan lumpur-lumpur itu semakin melilit roda. Benar-benar seperti traktor sepeda kami. Belum lagi ranting-ranting kecil dan akar-akar rumput yang ikut nimbrung membelit rear derailleur sepeda kami semakin memperparah keadaan saja.
Apa boleh buat, kami harus turun dan mendorongnya hingga mendapati tanah yang agak kuat sebagai pijakan, untuk selanjutnya digowes lagi.

Arah jarum kompas di stang sepeda saya menunjuk ke arah selatan, semoga jalur yang kami lewati ini tidak salah.
Sesekali kami harus meyakinkan diri dengan bertanya ke petani yang kami jumpai di sawah.
Hingga sampailah kami di jalanan paving yang menyambung dengan pematang sawah itu. Entah apa nama desa itu saya lupa.

Untuk melanjutkan perjalanan dengan kondisi sepeda seperti ini sungguh kami tidak tega.
Belepotan lumpur dan terasa berat ketika dikayuh. Terpaksa kami harus mencucinya terlebih dahulu agar kotoran yang menempel itu hilang dan sepeda bersih kembali.



Suara kriyat..kriyut mulai terdengar dari rantai yang mengering sehabis dicuci. Belum lagi suara gemeretak dari pedal membuat perjalanan menjadi kurang nyaman (baca: tenang).

Sebuah papan bertuliskan "Pengurus Ranting NU, Desa Kertosono, Kecamatan Gading" berdiri di halaman sebuah bangunan bercat hijau. Kami sudah tidak mempedulikan lagi sedang berada dimana. Tujuan saat itu hanyalah secepatnya menemukan jalan raya ke arah Sentul.
Jalan yang kami lalui sudah beraspal tapi sebagian masih rusak dan berlubang disana sini.
Agak berbeda dengan pemandangan sawah di daerah Besuk yang rata-rata tanaman padinya masih menghijau. Di daerah ini tanaman padi sebagian besar mulai menguning dan ada yang siap dipanen.

Tanpa terasa jarum jam sudah menunjuk 8:40.
Setelah beristirahat sebentar, sambil foto-foto dulu pastinya, kami meneruskan perjalanan. Dan tiba-tiba saja kami sudah sampai di jalan raya desa Prasi, Kecamatan Gading. Padahal menurut perkiraan saya, jalan yang kami lewati tadi harusnya tembus ke desa Bago.
Desa Prasi letaknya di sebelah barat desa Sentul (atau dibawahnya). Ternyata saya salah menduga. Kami bahkan sudah melampaui tanjakan pertigaan desa Sentul yang biasa kami lewati ketika ke Perkebunan PT. Sata Harum.

Dari sini jalanan menurun ke barat menuju Wangkal. Kesempatan untuk melemaskan urat-urat kaki yang mulai pegal dan kaku. Menikmati sejuknya angin yang menghembus dari arah depan ke sekujur tubuh akibat sepeda yang turun dan melaju kencang.



Memasuki pasar Wangkal, suasana ramai sekali. Tak tahan saya melihat ibu-ibu yang membawa kue kesukaan saya, Onde-onde. Langsung saya beli 5 biji untuk mengganjal perut yang kosong. Ardiyan "The Cozmic" dan Bayu yang masih asing dengan daerah ini menyerahkan sepenuhnya kepada saya kemana akan mencari sarapan pagi itu.
Warung mBok Ten menjadi sasaran kuliner kami karena nuansa tradisional dan menu masakannya yang sudah sangat terkenal. Lokasinya persis di dekat gapura masuk desa Wangkal dari arah Kraksaan (utara).


Suasana masih sepi ketika kami memarkir sepeda di halaman warung. Hanya nampak beberapa orang saja yang sedang sarapan disitu dan sepertinya mereka adalah satu keluarga.
Berbagai menu khas masakan rumahan sudah tersaji di meja kami. Sayur lodeh, sayur bening, ayam goreng, pepes ikan, dadar jagung, ikan asin, otak dan paru goreng, penyet terong, dan sambel terasi lengkap dengan lalapannya. Dan yang khas dari warung ini adalah ikan wader goreng kering yang gurih dan mak nyuss....sekali.
Hmmm...semua masakan yang ada di hadapan kami membuat lidah kami semakin berliur saja.



Penyajian ala rumah makan padang sangat menggugah selera. Jadi kita tinggal pilih mana yang kita suka dari menu yang tersaji di meja.
Nasinya pun ada beberapa pilihan. Ada nasi putih biasa, ada pula nasi jagung.
Nasi jagungnya pun masih dibedakan lagi. Ada yang komposisinya banyakan jagung dari pada nasi putihnya dan ada yang komposisinya banyakan nasinya dari pada jagungnya.
Tapi kalau sudah lapar banget gini, apapun.... rasanya enak saja bagi kami.
Pokok'e mak nyuss....dan top markotop daah.
Cukup 33 ribu rupiah untuk sarapan kami bertiga pagi itu.

Tepat jam 10:00 kami kembali pulang menuju base camp.
Melewati TPA wilayah kecamatan Krejengan kemudian kembali lagi melewati desa Kedung Caluk menyusuri tepian sungai.
Sampai di perempatan balai desa Matekan, kami belok kiri (utara) ke arah Kraksaan Wetan dengan maksud mencari rute baru. Di sebuah gubug kecil kami istirahat sejenak turun minum.
Dengkul sudah mulai lemas dan kurang bertenaga. Pantatpun semakin alergi dengan sadel. Panas dan kesemutan mulai menyerang.


Setelah cukup beristirahatnya, kamipun melanjutkan gowes melewati desa Krampilan.
Ditengah perjalanan pulang tiba-tiba Ardiyan "The Cozmic" nampak kesal sambil ngomel - ngomel nggak karuan. Dia baru sadar setelah sekian kilometer bahwa botol air minumnya ketinggalan di gubug tempat kami beristirahat tadi. Tak mungkin kami akan kembali lagi demi sebuah botol minum itu. Sedangkan kaki sudah mulai kelelahan dan tak sanggup jika harus kembali.
Terpaksa harus diikhlaskan dan melanjutkan gowes sambil menyesali keteledoran kami bertiga.
Rute pulang kembali melewati desa Randu Merak dan melintasi jembatan gantung Kalikajar.
Menjelang azdan zhuhur sampailah kita di basecamp dengan membawa kelelahan yang amat sangat namun juga sangat mengesankan.
Itulah cerita tiga laskar gowes OCP dalam perjalanan hari Minggu lalu.

Salam gowess....!!

Posted by : OCPblog.





3 komentar:

  1. mari kita mbecak di pematang sawah

    BalasHapus
  2. Ayo sepedaan trus mampir ke warung Andhini..... Dijamin lebih suegerrrr, lebih semok drpd Mbokten! Wkwkkkkkk

    BalasHapus