Total Tayangan Laman

Senin, 30 April 2012

Gowes Adventure 2012, OCP tour de Bromo



Tebalnya kabut  dan udara dingin tidak menyurutkan niat dan tekad peserta Gowes Adventure OCP tour de Bromo untuk menjelajahi eksotisme kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru pagi itu. Padahal jarak pandang hanya sekitar 20 meter. Hawa sedingin es menusuk tulang seakan menguap bersama dengus nafas kami yang sedang bergejolak ingin melumat lautan pasir dan padang savanah di bawah sana.
Dari lereng Cemorolawang tempat kami start gowes, kabut putih masih melayang-layang di kaldera Bromo seluas 5.250 ha itu.
 "Menakjubkan....mempesona...dan kereen banget."



Siapapun pasti setuju dengan kata-kata saya itu tatkala sedang menyaksikan keindahan yang terhampar didepan mata kami.
Menerobos pekatnya kabut kami beriringan menelusuri jejak-jejak kendaraan bermotor di belantara pasir yang sangat luas itu. Sambil terus menuju bukit Teletubies yang konon terkenal sangat eksotik dan lucu itu. Beruntung sebagian besar tanah yang kami lewati masih padat dan agak basah oleh embun pagi sehingga tidak selip ketika digilas roda-roda goweser OCP yang berjumlah 26 orang. Berbeda ketika matahari terik dan tanah berpasir itu sudah kering dan berdebu, yang nanti akan saya ceritakan pada bagian akhir tulisan ini.

Jarum jam masih menunjukkan pukul 6 pagi. Tapi jalur ini sudah mulai ramai wisatawan hilir mudik mengendarai Jeep menuju ke tempat yang sama dengan kami. Sesaat mobil-mobil Jeep ini membuyarkan iring-iringan sepeda kami sambil meninggalkan asap knalpot dan debu. Karena tidak ingin ketinggalan teman yang lain kami harus segera kembali ke barisan dan mengayuh sepeda. Suasana pagi yang senyap itu berubah ribut dengan suara gesekan-gesekan ban dengan pasir, kaki dengan pedal, dan celoteh mulut-mulut berasap (saking dinginnya) kawan-kawan goweser OCP. Masker yang dibagikan kawan kami Triyatmoko malah membikin mata saya tidak nyaman. Sebab kacamata minus saya menjadi berembun karena hembusan nafas dari hidung mengalir keatas langsung mengenai lensa kacamata saya dan membuat pandangan saya menjadi buram bahkan tidak nampak sama sekali. Sesekali terdapat cerukan pasir yang cukup dalam sehingga kami pun harus menuntun sepeda untuk mencari pijakan yang kuat untuk bisa kembali menggowes.




Jarak dari Cemorolawang ke bukit  Teletubies (atau kami sebut POS 1) kurang lebih 6 km. Dan ini kami tempuh dalam waktu 1 jam. Perlahan-lahan kabut tebal itu mulai menyingkap dan menampakkan lekukan-lekukan ngarai di sisi timur padang savanah yang mulai mengering karena menjelang kemarau. Sementara disisi barat nampak gundukan-gundukan lucu bukit-bukit hijau lukisan Sang Maha Kuasa.




Ini dia yang disebut bukit Teletubies.....

 
 
Diatas rerumputan ditengah savana ini kami menyantap bekal sarapan dengan diiringi suara merdu Gary Moore lewat tembang Still Got The Blues yang mengalun dari perangkat elektronik kawan kami Febri.
Serasa dekat sekali dengan alam dan pasti akan menjadi moment tak terlupakan sepanjang hidup kami.
Inilah impian yang selama ini ingin kami wujudkan. Sebagai pencinta olahraga bersepeda dan tinggal di Probolinggo, tentu belum afdol jika belum pernah nggowes di Bromo.


Jika orang lain rela jauh-jauh dari berbagai penjuru negeri sudah berhasil mewujudkan mimpinya nggowes di Bromo, tentu kami yang berdomisili di Probolinggo ini tidak mau kalah dengan mereka.
Peserta termuda berusia 14 tahun yaitu Izur yang masih duduk di bangku kelas 2 SMP, putra dari kawan kita bapak Munasir. Peserta tamu yaitu mas Ari Khusniawan yang ngakunya dari Kendal,  Jawa Tengah sedangkan peserta terjauh adalah kawan kita Ari "Sinfo"dari Jakarta. Karena sebagai peserta paling jauh akhirnya diapun menjadi peserta paling belakang dari barisan kami alias ketinggalan terus :)
Ayo Ari....kamu pasti bisaa!!! Semangaaat....!!

Acara sarapan sudah selesai, sampah-sampah sudah diberesi. Menjaga kebersihan lingkungan tetap diprioritaskan. Target berikutnya adalah menikmati pemandangan menuju ketinggian 2393m dpl arah ke Jemplang dengan trek jalan beton.


Untuk bisa menikmati pemandangan yang bagus itu ternyata harus dibayar mahal. Karena jalur menanjak menuju Jemplang yang panjangnya "hanya" 2,8 km itu harus ditempuh dengan TTB alias tuntun bike. Rata-rata semua peserta yang notabene jarang latihan gowes ini harus menyerahkan nasibnya untuk menuntun sepeda. Maklumlah, selain menanjak cuaca juga sudah mulai panas. Yang terjadi adalah nuntun sepeda berjamaah di jalur beton dengan lebar kurang lebih 2,5 meter itu.



Karena perut yang baru saja terisi, Haries sempat mengalami kontraksi alias kram perut di tengah perjalanan.
 "Kayaknya sudah bukaan tujuh, tuh!! mana ada bidan di gunung gini...?" seloroh teman yang lain menggoda. Penderitaannya malah menjadi bahan candaan. Sungguh teganya...teganya...teganya.
Wajahnya pucat seperti mayat. Terpaksa harus berhenti sejenak untuk menetralisir keadaan. Setelah normal, baru bisa melanjutkan perjalanan.

 
"200 meter lagi" teriak saya untuk menyemangati kawan-kawan yang mulai loyo dan kehabisan tenaga.
Meski dengan sisa-sisa kekuatan yang ada akhirnya semua bisa mencapai garis finish di Jemplang hampir bersamaan pada jam 9:30 wib.
Huft....benar-benar menguras energi dan sangat menyiksa! Apalagi banyak diantara kami yang terbilang newbie disini.
Namun setidaknya kita sudah pernah berpetualang menjelajahi Bromo dengan sepeda hingga Jemplang. Itu sudah merupakan kebanggaan tersendiri dalam catatan sejarah OCP.


Di pertigaan Jemplang sudah menyambut pisang goreng hangat, telo goreng, kopi panas,teh panas, badek, dan minuman-minuman isotonik yang katanya bisa mengembalikan cairan tubuh. Pak Nurjono dan istrinya yang biasa mangkal disitu sudah dua hari sebelumnya saya mintai tolong untuk menyediakan semua itu melalui sms.  Itulah salah satu manfaat tehnologi komunikasi ; dimanapun dan kapanpun, transaksi bisa berjalan.
Cukup lama kami berleha-leha di sini. Tak terasa sudah mendekati jam 10:30 wib. Setelah stamina dirasa pulih kembali, kami sepakat untuk turun kembali menuju Cemorolawang. Sebetulnya Pak Nurjono menawarkan jalur ke Keciri untuk kembali ke Cemorolawang. Beliau mengatakan pemandangan disana jauh lebih bagus dan jalannya cenderung landai menurun. Setelah dikalkulasi, ternyata butuh waktu 4 jam untuk sampai ke Cemorolawang. Itu artinya akan menambah durasi gowes. Sedangkan kalau melihat kondisi kawan-kawan sepertinya sudah sangat kelelahan.
Akhirnya kami putuskan untuk kembali melewati jalur semula.


Berbeda ketika berangkat menuju Jemplang, jalur balik dari pertigaan Jemplang menuju padang savanah menjadi trek favorit bagi semua peserta. Yess...hanya mengandalkan gaya gravitasi kami sudah meluncur turun tanpa bersusah payah mengayuh pedal. Namun harus tetap waspada mengingat disisi kiri terdapat jurang menganga.
Hanya butuh waktu sekitar 10 menit sudah sampai di ujung jalan beton ini yang langsung terhubung menuju padang savanah.
Matahari mulai membakar kepala. Pasir yang tadinya padat basah, kini berubah kering, berdebu dan menyebabkan roda-roda  sepeda kami selip. Seperti mengayuh sepeda statis di Gym saja rasanya kalau kondisi pasir seperti ini. Sepeda tak bisa bergerak sama sekali. Maskerpun mau tak mau harus kami pakai agar tidak terserang ISPA.
 Semakin siang kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru ini semakin menampakkan keelokannya. Subhanallah, luar biasa....


Tiba-tiba dari jarak 10 meter di depan saya pasir-pasir lembut berterbangan membentuk pusaran mirip puting beliung kecil kemudian pudar dan hilang berhamburan begitu saja. Fenomena ini sering nampak dan terjadi karena  adanya kolom udara yang berputar kencang yang membentuk hubungan antara awan cumulonimbus atau dalam kejadian langka dari dasar awan cumulus dengan permukaan tanah.



Perjalanan yang semula bisa ditempuh hanya satu jam, kini terasa berat dan lama. Namun kali ini tak ada yang mengeluh. Butiran-butiran pasir ini seperti mencengkeram ban sepeda kami. Sejauh mata memandang nampak putih perak keabu-abuan akibat pantulan sinar matahari ke lautan pasir. Di sebelah barat lautan pasir nampak bekas lelehan lahar yang telah lama mengeras bagai batu membentuk celah-celah aliran air.  Berbeda dengan bukit Teletubies yang hijau, di area ini tak ada tumbuhan sama sekali. Sambil tetap mengikuti jejak-jejak roda menuju Cemorolawang, kadang kami TTB bersama di tengah kaldera Bromo. Seperti deretan semut di pelataran seluas 1000 hektare, kami kelihatan kecil sekali jika dilihat dari atas lembah Cemorolawang.
Dari tempat kami berdiri nampak segaris putih jalan beton menanjak menuju ke Cemorolawang. Kemiringannya hampir 45 derajat.  Itulah titik start sekaligus sebagai titik akhir dari petualangan gowes Bromo Sabtu pagi, 28 April 2012 lalu.
Butuh iman yang kuat dan perjuangan ekstra untuk mencapai garis akhir ini. Beberapa kawan yang sudah putus asa tak tahan oleh rayuan para tukang ojek untuk menggunakan jasanya.
 Akhirnya mereka ada yang memilih mengeluarkan ongkos 10 ribu untuk mengantarnya ke atas agar penderitaannya segera berakhir.
Dan salut buat kawan-kawan yang masih bertahan dengan sepedanya hingga garis finish.
Lelah...capek...putus asa semua hilang berganti rasa puas dan bangga karena telah berhasil menakhlukkan Bromo.
 

Tepat jam 12 siang kami semua telah berkumpul di parkiran bus dan dua pick up yang telah setia mengantar kami dari Paiton mulai jam 3 subuh serta menunggui kami hingga selesai gowes.

Terimakasih buat semua peserta, driver kita Pak Sampurno, dan dua driver pick up kita (lupa namanya), chef  (juga nggak tahu namanya .......) yang nyiapin sarapan kita, Pak Nurjono dan istri, Mas Purwo, Pak Rupendi, Mas Fendi, Mas Ardiyan, Mas Triyatmoko, Mas Munasir, Haries, Zaenal Labor dan masih banyak lagi.
Next time kita bikin yang lebih seru dan lebih mengesankan lagi.

Salam Gowes...OCP!!

Posted by : OCPblog.




5 komentar:

  1. Smoga ALLAH bisa mempertemukan kita smua anggota OCP dilain kesempatan dan lokasi. Persaudaraan harus tetap kita pertahankan. TRIMA KASIH YA ALLAH

    BalasHapus
  2. mantaps...kapan ke Pacitan??

    BalasHapus
  3. wuihhhhh...foto-nya keren buanget..
    salam kenal..

    BalasHapus
  4. salam kenal juga bro gss-leces, thanks sudah mampir

    BalasHapus
  5. Mas, ada Acara Bromo Pesta Sepeda Gunung.. Ndak ikut? cek www.pestarayabromo.com

    BalasHapus