Total Tayangan Laman

Senin, 21 November 2011

OCP gowes to Antrokan Waterfall



Berawal dari rasa penasaran saya setelah mendengar cerita teman-teman dan masyarakat sekitar Paiton. Konon di daerah Gondosuli atau tepatnya di desa Kedungdandang terdapat air terjun yang cukup bagus untuk dikunjungi. Namanya air terjun Antrokan. Asing banget kedengarannya di telinga saya, padahal sudah bertahun - tahun saya tinggal disini.

Dari beberapa teman OCP yang saya "provokasi", akhirnya hanya 5 orang saja yang mau mengikuti ekspedisi ke Antrokan ini. Mas Purwo sebagai pengurus OCP yang kami hubungi tidak bisa menyertai perjalanan ini karena ada keperluan keluarga. Disepakati berangkat dari base camp Perumahan PJB, Sukodadi hari Minggu, 20 Nov 2011 jam 5 pagi. Kesepakatan ini dibuat untuk mengantisipasi jika terjadi jam karet alias molornya waktu keberangkatan akibat persiapan peserta yang selalu ada saja yang mbulet dengan berbagai macam alasan. Dan terbukti, dari jam yang telah ditentukan akhirnya bener-bener molor hampir setengah jam karena ada yang masih terlelap di pulau kapuk.... Setelah cukup lama menunggu, menit ke 19 dari pukul 5 sepeda kami gowes meluncur ke selatan menuju target lokasi pagi itu.













Riyanto, Harmoko atau Moko, Rachmawan atau Wawan adalah sekumpulan operator team B di tempat kami bekerja yang berhasil saya "provokasi". Sementara itu dari operator team A selain saya ada Ardiyan, dan Efendi. Ber-enam kami dengan polygon masing-masing menyusuri jalan desa beraspal menikmati kesegaran udara yang masih murni bebas polusi. Dari keenam sepeda polygon kami, ternyata sepeda saya merupakan sepeda polygon paling rendah dikelasnya. Sementara teman-teman menggunakan sepeda polygon type-type diatasnya dengan keandalan suspensi dan rem cakramnya yang ampuh. Sedangkan sepeda saya Premier 2.0 masih menggunakan rem tromol dengan ban yang sudah mulai menipis permukaannya karena sudah aus digerus jalanan. Bagaimanapun keadaannya saya sangat menyayangi sepeda saya ini lho hehehe....

Diawal start jalanan masih landai dan datar-datar saja. Perjalanan mulai menanjak pada kilometer 10 dengan kemiringan kuranglebih 20-30 derajat. Kaki-kaki kami menjadi penentu kekuatan menggowes dengan kemiringan jalan ini sepanjang kuranglebih 5 km. Disebuah persimpangan jalan desa Gondosuli kami berhenti sejenak untuk mengisi persediaan air minum yang mulai menipis. Sambil tanya sana sini akhirnya kami mendapat petunjuk dari pemilik warung tak jauh dari tempat kami beristirahat. " Masih jauh,mas. Kesana lima kilo lagi", katanya sambil menunjuk arah memberi informasi.
Dari petunjuk itu kami menuju ke arah timur sesuai arahan si pemilik warung tadi. Kondisi aspal yang ala kadarnya membuat kami harus berhati-hati mengendalikan stang dan laju sepeda agar tidak celaka. Kontur tanah yang cenderung naik cukup membuat kaki-kaki kami kempor. Boleh dibilang "nekat" mengingat keadaan sepeda saya seperti yang saya sebutkan diatas dipaksa melewati medan yang cukup menantang ini. Di tengah perjalanan kami masih harus tanya-tanya lagi kepada warga setempat yang kebetulan kami temui karena memang tidak ada petunjuk arah menuju lokasi air terjun Antrokan. Dari jawaban mereka, sebenarnya rata-rata warga sudah mengetahui lokasi air terjun ini. Terbukti setiap kali ditanya mereka langsung tahu dan menunjukkan arah lokasi tersebut.







Huff....setelah 1 jam 20 menit menguras tenaga mengayuh sepeda di jalanan yang berbukit-bukit sampailah kami di halaman rumah seorang warga. Rumah ini terletak paling ujung di jalan setapak kampung ini. Lagi-lagi kami harus bertanya kepada warga jika tidak ingin tersesat.
Seorang pemuda penghuni rumah tersebut langsung memberi petunjuk dan menyarankan kepada kami untuk melanjutkan dengan jalan kaki saja. Sebab medan yang dilalui tidak akan bisa dilewati menggunakan sepeda.
Dalam hati kami menduga-duga " berapa jauh lagi kira-kira, ya? mampu nggak melanjutkan perjalanan ini?"

Setelah memarkir sepeda, dengan sisa-sisa kekuatan kaki dan nafas yang ada serta didorong oleh keinginan luhur ( UUD 45 'kalee...) rasa penasaran, kami melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menyusuri pematang sawah melintasi sungai kecil berbatu, menerobos hutan dan kebun kopi. Tak jarang kami hampir terpeleset karena licinnya batu-batu kali tersebut. Di sepanjang perjalanan kami bertemu dengan petani-petani setempat yang sedang bekerja di ladang mereka. Ternyata kami bukan satu-satunya kelompok yang menuju lokasi air terjun Antrokan. Ada beberapa remaja yang juga berjalan kaki menuju lokasi tersebut. Merekalah yang akhirnya menjadi guide kami.










Pemandangan yang sangat alami ini tentu saja menjadi santapan lezat kamera kami untuk diabadikan. Hampir satu jam kami berjalan kaki namun si air terjun belum juga kelihatan dari pandangan. Setelah melewati kebun kopi barulah terdengar gemuruh air seperti bendungan jebol.
Kami langsung bersorak kegirangan seperti anak kecil menemukan mainan karena ekpedisi ini berhasil!! Ya...air terjun itu sudah ada dihadapan kami.
Setelah berfoto-foto ria, nggak sabar kami ingin menceburkan diri di air yang jernih dan tampak menyegarkan itu.





Terletak di lereng gunung Argopuro, ketinggian air terjun kurang lebih 12 meter dengan sisi kanan kiri tebing batu. Dari celah batu yang besar itulah air meluncur deras dari atas bagai bendungan jebol. Terdapat semacam kolam dibawah air terjun ini dengan kedalaman kurang lebih 120cm. Jadi cukup aman buat berenang.
Puas...akhirnya bisa juga menemukan lokasi air terjun Antrokan ini setelah melalui perjalanan yang melelahkan. Sungguh merupakan kekayaan alam yang tiada terkira. Namun sayang potensi alam ini belum didukung dengan infrastruktur yang memadahi seperti akses jalan yang baik dan penunjuk arah yang jelas. Promosi yang ada sekarang hanya dari mulut ke mulut sehingga kurang terekspose. Padahal di hari-hari libur seperti hari Minggu lokasi ini cukup ramai didatangi pengunjung. Jika dikelola dengan baik tentu bisa menjadi salah satu andalan wisata Kabupaten Probolinggo selain air terjun Madakaripura dan tentu saja akan berdampak positif dengan meningkatnya taraf hidup dan perekonomian masyarakat sekitar.
Kita tunggu saja campur tangan pemerintah Probolinggo dan investor untuk menyentuh salah satu asset wisata Kabupaten Probolinggo ini. Atau biarkan saja seperti ini agar masyarakat tetap bisa berwisata gratis tanpa dipungut biaya sepeserpun untuk urusan retribusi karcis dan lain-lain?

Posted by : OCPblog.

14 komentar:

  1. Sing pnting asoy Pak Dhe....

    BalasHapus
  2. program slanjutnya Insya4JJI
    hari Senin, tgl 28 November 2011
    sesuai instruksi Bapak Simions...
    Ha3x

    BalasHapus
  3. ok, mas bro. siapkan fisik dan mental untuk medan berikutnya!!

    BalasHapus
  4. sip wah gak ajak2 yo...postingnya mantap blog sudah mendekati 500 viewer tolong sekalian dipromosikan ya

    BalasHapus
  5. awesome,,,let's get a next challenge,,,here we gooo :D

    BalasHapus
  6. touring berikutnya ,,,bromo,,,sangat menantang...mas bro..!!!

    BalasHapus
  7. touring berikutnya ke lembah baliyem papua...sangat2 menantang bro....

    BalasHapus
  8. ke Baliyem? siapa takut!!...sopo sing biayai??

    BalasHapus
  9. tunggu jersey yg baru,,,nanti kita bike to work rame-rame

    BalasHapus
  10. ayo jersey, baru sapa belum bayar?

    BalasHapus
  11. aku malah lum dapet uang kembalian,,,hahaha :D

    BalasHapus
  12. hariestiano@yahoo.com20 Desember 2011 pukul 17.16

    Sing pnting Guyub...
    +_^

    BalasHapus